CIUMAN YANG TERTUNDA

Cinta yang tulus, hanya diberikan pada seorang saja.

Masih kucari-cari alasan untuk berkunjung ke rumahmu. Kembalikan buku, pinjam CD, kebetulan lewat, atau mau sharing soal kerjaan? Sepertinya tak mudah untuk bertemu, meski hati sudah menggebu. Aku hanya tak ingin dibilang pengganggu rumah tangga orang.
Mencintaimu seperti bernafas. Biasa tapi bermakna. Kau memang tak istimewa, namun tak berkesudahan. Lagi dan lagi. Terus dan terus.
Kau seperti coklat. Tak cukup hanya sekali gigit. Meski sedikit pahit, tapi kau teramat nikmat. Sampai aku lupa diri, kau sudah menjadi istri orang lain. Kenapa waktuku singkat. Bisakah kita mulai lagi, tujuh tahun yang lalu.
Kau menarik perhatianku. Lalu kukagumi kesederhanaanmu. Kau semakin mempesona. Aku terpikat. Terikat. Tapi aku terlambat. Kuberharap ada orang lain sepertimu. Tapi Tuhan tak pernah menciptakan dua, hanya satu. Yaitu kamu.
Pagi itu, hari Minggu, sudah kutemukan alasan untuk datang padamu. Sudah habis akalku. Kubilang, kurindu lantas ingin bertemu, jika boleh memeluk dan mencumbu. Karena katamu saat kutelepon, “suamiku berangkat dinas ke Aceh.”
Sudah kusiapkan pengampunan atas dosa yang akan kulakukan denganmu. Berkali-kali kupanjatkan syukur pada Tuhan, untuk kesempatan bercinta itu.
Diujung pintu kau tersenyum, kutahu kau tak sabar menantiku. Demikian denganku. Tanpa ragu, kucium kau dimuka rumahmu. Tapi belum lama kita bercumbu, kuharus melepaskanmu. Dan seketika aku menjadi pria bajingan. Mencuri bibir indah istri orang.
“Papa...?” kau terhenyak melihat suamimu berdiri di belakangku.
“Aku lupa belum menciummu pagi ini. Firasatku buruk, kupikir akan mati di medan perang. Jadi, aku kembali ingin menciummu untuk yang terakhir kali.”

Comments

deni sukotjo said…
Sudah kusiapkan pengampunan atas dosa yang akan kulakukan denganmu. Berkali-kali kupanjatkan syukur pada Tuhan, untuk kesempatan bercinta itu.

hahaha... weesss.. nek emang bisa yang seperti itu, I'Ll do the same..
ehehe