ISTRIKU PELACUR

Dibutuhkan ke-ikhlasan dalam sebuah jalinan kasih, tak cukup hanya cinta dan materi. 
 
Mendung sudah datang, namun kau belum pulang. Tak penting kau dengan siapa, kuingin kau jawab teleponku, dan bicara. Aku tak kan menghubungimu lagi. Ini yang terakhir kali. Dan setelahnya, aku akan pergi. Janji.
Barangkali kau benar. Aku perempuan liar. Tak punya moral. Tapi kita pernah bersama. Seranjang berdua, dan bercinta. Meski tak pernah lahir jabang bayi, kita adalah keluarga. Dikawinkan oleh KUA. Dicatat oleh negara.
Bisakah kau berhenti menyebutku pelacur? Memang, aku sang penghibur. Tapi itu dulu, sebelum bertemu cintamu. Jika saja bisa kulepas baju pelacur yang melekat di tubuhku, kan kulakukan untukmu.
Kuingin kau memaafkan, sebelum kita benar-benar berpisah, dan tak lagi menyapa. Maaf, karena kau dapatkan tubuhku yang kotor. Maaf untuk masakan nikmat yang tak pernah kubuat, semuanya kubeli dari kedai terdekat.
Hujan sudah datang, akhirnya kau pulang. Aku jadi bimbang, mau berkata apa.
“Maaf. Aku pergi sekarang.”
“Tak usah pergi, diluar hujan deras. Aku tak kan menyebutmu pelacur lagi. Kau, istriku!”

Comments