Para
Kuda melaju dengan cepat menuju titik yang telah ditentukan, Coconut Island
Carita. Sejak empat tahun yang lalu, hotel yang berada di Kabupaten Pandeglang,
Provinsi Banten ini sudah dianggap sebagai rumah bagi para kuda. Pondok bambu
yang lebih tinggi dari permukaan tanah, tersebar melingkar di Kawasan Bamboo
Villas. “Disitu aku bermalam, dua tahun yang lalu”. Kaki mengayuh pelan karena
tertahan, rem kulepas dan kugenggam bergantian kanan kiri, sambil kupandangi
rumah bambu yang tertutupi rumput tinggi, alang-alang. Tidur di kasur tanpa dipan,
namun tetap nyaman. Tubuh terbaring, pikiran berlarian kesana kemari, takut
jika besok bangun kesiangan. Membayangkan perjalanan diatas sepeda sendirian,
dari pagi hingga bertemu pagi lagi. Itu pengalaman pertamaku bersepeda seribu
lima ratus kilo meter.
Pada
bulan yang sama di 2023, aku adalah salah satu Kuda yang sudah dipersiapkan
sebagai finisher dalam pacuan menuju Banyuwangi. Dua tahun telah
berlalu, kini aku kembali untuk menjadi Kuda yang sama. Dari seorang Kuda yang
diselimuti rasa takut, pada putaran tahun berikutnya aku menjadi Kuda yang
penuh gairah ingin menjadi sang juara. Dan kini, pada putaran ketiga aku
mengikuti Pacuan Kuda, aku tak ingin menjadi keduanya. Aku ingin menjadi apa
yang diinginkan jiwaku, yaitu bebas dan lepas, tidak diikat bahkan dipecut. Aku
tidak harus berlari kencang, aku boleh tidur dimanapun, dan aku tahu kapan
saatnya aku berhenti.
Hidup
selalu menawarkan pilihan, mau sendiri atau berdua? Mau santai atau
terburu-buru? Mau jujur atau curang? Semuanya harus dipilih, bahkan saat
pertama kali aku menjadi anak dari kedua orang tuaku, aku sudah dihadapkan
dengan pilihan, “mau mengikuti aturan atau melanggar aturan”.
Begitu
banyak pilihan yang harus dipilih, hingga aku menyadari bahwa aku tak
benar-benar ingin memilih apa yang sekarang menjadi pilihanku. Aku memilih
menentukan pilihan bukan untuk keinginanku. Pilihanku untuk orang lain.
Para
Kuda memilih kelas masing-masing, yang terdiri dari tiga kelompok ‘Kelas
Sendiri Kuda Jantan’, ‘Kelas Sendiri Kuda Betina’, dan ‘Kelas
Berdua Kuda Jantan Jantan / Jantan Betina’. Lagi lagi aku harus memilihnya,
karena untuk memulai perjalanan pacuan kuda, aku harus menentukan pilihan. Mana
yang lebih mudah dari ketiga kelas tersebut?
“Kelas
Sendiri Kuda Betina!” aku memilihnya karena aku adalah Kuda Betina, dan Kuda
Betina tidak melalui tahap seleksi, semua Kuda Betina diperbolehkan mengikuti
pacuan.
Beruntungnya
aku sebagai Kuda Betina, tak perlu susah untuk diterima dalam pacuan. Kuda
Betina harus memiliki bekal yang cukup untuk pacuan sepanjang seribu lima ratus
kilometer. Sepanjang pacuan tersebut, Kuda Betina harus mampu bertahan dengan
kaki dan tangannya sendiri.
Seratus
lebih Kuda sudah berkumpul di halaman tempat dimulainya pacuan. Matahari belum
tampak, langit masih gelap, embun sisa hujan semalam menyelimuti seremoni
pelepasan Kuda di Carita.
Para
Kuda dengan kaki dan tangan yang kekar berkelakar cukup percaya diri bisa
menuntaskan jarak pacuan dengan cepat. Mereka membawa beban yang cukup berat,
mulai dari bekal perjalanan, peralatan teknis untuk perbaikan, penerangan untuk
perjalanan malam, dan nama sponsor yang telah membiayai Para Kuda supaya bisa
berada di garis awal mula perjalanan ini.
Semakin
berat beban yang dibawa, semakin tinggi tekanan untuk menjadi pemenang, semakin
liar Kuda berlari, saling kejar kejaran hingga mengambil langkah yang gila!
Kuda Gila ingin terbang, ingin cepat sampai dan tak mau lelah. Kegilaannya
sudah menurunkan jati dirinya sebagai Kuda.
Kuda
dilepas di Carita dengan penuh harapan bisa berkumpul kembali di Banyuwangi,
tujuan akhir dari pacuan. Jarak pacuan hanya sebuah perjalanan pendek bagi
siklus hidup Kuda untuk menemukan jati dirinya. Kuda tidak harus menjadi
pemenang dalam pacuan. Peringkat bagi Kuda hanyalah urutan angka, Kuda tidak
menerima hadiah meskipun menempati urutan teratas maupun terbawah. Karena
hadiah dari pacuan ini sudah diterima di sepanjang jarak pacuan seribu lima
ratus kilometer.
Para
Kuda mengabaikan!

Comments