SEPENGGAL DALAM RENUNGAN


pukul 07.22

lima rel berjajar melintang timur barat. nampak beberapa gerbong tergolek seperti tumpukan barang rongsokan. segelas coffemix yang kubeli 15 menit lalu, kini tinggal separo. mungkin karena aku terlalu serius memikirkan arti "8 165" yang tertulis pada balok putih seukuran batu nisan. tapi ini bukan sebuah pemakaman. dan sangat jauh dari tanah pekuburan. sebenarnya, justru akulah yang ingin memakamkan diri dalam kubangan cinta hingga tak lagi kurasakan getaran itu.

dua puluh delapan menit berlalu, aku memasuki sebuah tempat bernama BRAMBANAN. nama yang aneh kan? kupikir Prambanan. tapi mungkinkah petugas pencetak palang itu salah tulis? lepas dari semua itu, dari sini aku dapat melihat jelas sembulan puncak gunung. entah gunung apa itu. mungkin merapi.

"Yah...yah... gunung yah." seorang bocah lelaki usia 3 tahun menyeru pada ayahnya. ternyata bukan hanya aku yang melihatnya. anak itu juga mengaguminya.

udara semakin memanas. penjaja makanan mulai datang silih berganti. lima lembar uang seribuan yang menjadi penghuni terakhir dalam dompetku, sudah terganti dengan sebungkus nasi pecel dan coffemix. sarapan pagi di kereta.

"Tuutt..." kereta yang dinanti telah berlalu. Sri Tanjung siap melaju kembali. bukan hanya keluhan para penumpang yang kurasakan, tapi juga kereta ini.

'Kenapa aku dinomorduakan?' teriak Sri, yang kudengar lewat dinding besi berlapis triplek ini.

'Stop!' gertakku dalam hati. 'berhentilah mengeluh.' perlahan kami bergerak menuju timur, dan terus melaju meski sesekali kami berhenti dan sabar menunggu yang nomor satu.

Comments