KEMARAUKAH


sekarang saya bisa mengatakan, ini musim apa? "kemarau!"
saya yakin, ketika melintasi areal persawahan yang dibelah menjadi dua oleh jalan selebar 2 mobil pick-up berjajar.

dulu... dulu sekali, ketika saya masih SD, selalu menemani ibuk berjualan di pasar Barat Magetan. 30 menit terasa panas, sumpek. perjalanan menuju pasar yang nampak asri karena banyak pohon mengiringi ruas jalan, menjadi pengap oleh tumpukan dus jajanan.
saya benci menguntit ibuk, melangkah menyamainya, memikul kardus menirunya, tersenyum kepada pembeli tak ubah sepertinya. saya benci menjadi miskin. saya tak mau terus-terusan menumpang pick-up kreditan milik Om Cholil. saya tak mau, tak bisa bermain di hari Minggu, malah menjadi kuli toko rampasan milik Om Cholil.

itu cerita tiga belas tahun yang lalu.

saya sudah tidak merasakan panas, ketika melintasi areal persawahan yang dibelah menjadi dua oleh jalan selebar 2 mobil pick-up berjajar. saya sedang mengendara motor menuju Madiun. hari ini berjualan keliling di pasar Barat Magetan. menjajakan dus perdana yang menumpuk di tangan kiri, sementara kanan sibuk dengan brosur dan adegan menerangkan.
lelah, saya mampir ke toko ibuk yang masih sumpek dan pengap. minum es teh gratisan. lantas pulang. di perjalanan, saya bertemu banyak pohon mengiringi ruas jalan, membelah areal persawahan. pohon itu tak lagi hijau, daunnya meranggas, hanya terlihat ranting coklat muda semrawut. mungkin menjadi sulit, jika Anda meminta saya untuk menggambarkan bentuk ranting itu di atas lembar putih. detail kecil begitu banyak, membuat saya hanya mampu menyimpulkan, "kemarau!"

mata saya menentukan musim apa sekarang. bukan badan yang merasakan panas.

Comments