KISAH LAPAK JAJAN


saya sedang duduk di kursi tunggu pasien. kursinya tidak nyaman, sama halnya hati ini. deg-deg-deg-deg-deg-saya lupa berapa kali bunyi deg terdengar. saya menanti dipanggil.

seorang ibu yang dulunya masih muda, kini sudah terlihat menua. tapi tak ada yang berubah darinya, dia masih duduk di belakang lapak berisi onde-onde, kue lapis, donat, lemper, kacang klici, hmmm apalagi ya itu? dari jauh saya melihat warna hijau-hijau... seperti putu ayu mungkin, karena terdapat parutan kelapa muda di atas kue hijau empuk itu.

di samping ibu penjual jajan, ada seorang anak berusia kira-kira delapan tahun. usianya sama persis denganku, dua belas tahun yang lalu. saya juga duduk di samping lapak itu. saya juga memandangi jajanan itu. mengamatinya lama, membayangkan andai kue itu berpindah ke tangan saya, pasti akan segera kulahap. habis. anak itu juga begitu, nampaknya.

sementara ibu sang penjual tersenyum senyum, dan sesekali menawarkan kue itu pada anak tersebut. si anak hanya diam. mundur selangkah, lalu memanggil mamanya.

mamanya menyodorkan isi dompet kosong, tak ada uang, hanya karcis loket Puskesmas dan beberapa lembar kertas, entah apa itu.

anak itu menelan ludah. berusaha menjauh dari lapak jajan, berlari kesana kemari, mencari pelarian dari keinginannya.

saya merasa sedang melihat cermin kehidupan masa lalu. kau sama denganku nak! tak semua yang kau inginkan, bisa tercapai. tapi jangan berhenti berimajinasi.

"Ibu Septi Trisnasari..." saya segera menuju ruang Laboratorium.

Comments