SANG GURU



malam itu, lepas pukul delapan malam, kami melaju ke arah jalan merak. memburu rica-rica guk guk, pesanan famili dari Banyuwangi. melewati jalan arwana, tak sengaja melihatnya, Pak Sumawan.

saya menyebutnya sang guru.

kala itu, saya masih kelas satu SMA ketika pertama berjumpa dengannya. guru baru di sekolah saya. mengajar Bahasa Indonesia. badannya besar, wajahnya mirip tetangga saya bernama Pak Asmara, penjual nasi rendang, asli Padang Sumatera Barat.

saya ragu dia sang guru.

setiap mengajar di kelas, tak pernah menyentuh buku diktat. tak juga membahas sesuai mata pelajaran. namun tugas mengerjakan LKS, tak pernah berhenti. Pak Sumawan, tak serapi guru-guru yang lain. saya pun menerka bahwa baju yang dia kenakan jarang di setrika. jangan-jangan... sudah seminggu belum dicuci? wajahnya kusut. saya jadi badmood.

apakah benar dia sang guru?

namun saya kini tertarik padanya. mengingat apa yang telah diujarkannya dulu. ketika dia tak membahas peribahasa dan istilah-istilah dalam kamus bahasa indonesia, tapi selalu filosofi hidup yang dilontarkan.

dia memang sang guru.

saya melihatnya sendiri. dia sedang menata tumpukan kayu kering, di tokonya di Jalan Arwana. tokonya semakin besar, tak seperti dulu pertama kali saya ke rumahnya untuk mengikuti tambahan pelajaran Bahasa Indonesia, sumpek. kini semakin sumpek, dipenuhi barang dagangan. dia sukses rupanya. tapi raut wajahnya masih sama seperti dulu. karena sang guru, tak perlu baju baru, tapi perlu ditiru. hidup sederhana, saya suka gayamu Pak Sumawan!

Comments

just Rosi said…
don't judge a box by it's cover ya ncep ? lama ngga mampir... masih suka ngopi yah ? hehe kayaknya aq ketularan dirimu
Mas Nowo said…
Mbak Sep, foto Rejo Agung mbok lebokne apa maksude? Koyok ng samping iki lo apik. bisa ditelusuri.