Barangkali
kita masih awam dengan istilah ODHA. Karena penyakit ini memang selalu dianggap
sebagai aib. Jadi tidak heran jika pada akhirnya menjadi tabu. Ketika saya SMA,
sudah mulai dikenalkan dengan istilah ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), tapi belum
ke tahap aplikasi mengenai penanganan, dan menghadapi orang-orang penderita HIV
AIDS. Kenapa? Ya karena itu tadi, masyarakat masih menganggapnya sebagai sebuah
ancaman bagi generasi muda.
Baiklah,
memang tidak salah jika kita menganggap HIV AIDS sebagai ancaman, karena memang
penyakit ini bisa membinasakan. Namun, apakah hanya dengan berwacana “HIV AIDS
adalah ancaman”, lantas generasi muda akan terbebas dari ancaman tersebut? Belu
tentu!
Seperti halnya,
ketika seorang anak disuruh orang tuanya belajar. Tanpa diberikan penjelasan
kenapa seorang anak harus belajar, saya rasa percuma saja. Karena menurut saya,
tanpa mengetahui alasan yang mendasar, percuma seseorang mati-matian berupaya. Yang
ada hanyalah rasa penasaran dan berujung pada keinginan untuk mencoba.
Jujur saja,
saya hingga saat ini belum pernah menjumpai orang penderita HIV AIDS. Bukan karena
tidak ingin, tapi memang saya tak mengetahui keberadaan mereka.
Mereka (ODHA)
seperti disendirikan dalam kelas masyarakat. Dianggap sebagai suatu borok dalam
siklus kehidupan. Menanti waktu untuk dikuburkan. Bahkan ada pula yang
ogah-ogahan untuk ikut menyembayangkan.
Sampai kapan
kita akan menganggap mereka sebagai binatang? Jika mati selalu dianggap sebagai
bangkai. Seperti tikus yang mati keracunan, dan tak satupun mau mendekat. Bukankah
ODHA juga manusia? Yang ketika hidupnya pernah bergaul dengan kita. Menjadi ODHA
bukanlahs ebuah cita-cita. Bukan pula pengharapan. Tak ada yang mau menderita
seperti mereka.
Bagaimana jika,
kita adalah penderita HIV AIDS? Apakah mau diasingkan? Ketika kita patah hati
saja, ingin sekali menangis tersedu di pundak sahabat. Lalu berjam-jam ingin
terus didengar. Yang dibutuhkan ODHA adalah kehangatan dalam perbuatan dan
kata-kata. Tanpa kita sampaikan, mereka sudah tahu hidupnya tak kan lama. Mereka
hanya ingin menghabiskan sisa waktunya untuk tersenyum, seakan lupa jika ada
luka yang selalu menganga.
Lalu, apa
yang perlu kita lakukan? Tak perlu pusing memikirkan hal tersebut. Bayangkan saja,
kalau si ODHA adalah kita. Apa sih yang kita inginkan?
Jika saya
sebagai ODHA : Ingin terus menjalani hidup seperti biasanya. Tak kan berhenti
berkarya hingga saya benar-benar tak mampu melakukan apapun. Ingin lebih
bijaksana dalam menjalani hidup. Dan berharap selalu ada orang-orang yang
selama ini berada di lingkaran cinta.
Lalu bagaimana
jika Anda adalah ODHA?
Comments