TENGGELAM

ombak itu bertubi tubi menghantam hamparan pasir putih. seperti sebuah amarah yang tak kunjung henti. tak mau dirayu oleh bujuk macam apapun. hanya butuh pelampiasan, sekedar ingin menyampaikan pesan : ijinkan aku marah.







partikel partikelnya memecah koloni tanah. memberaikan setiap debu yang menempel. memecah keheningan siang bolong. brar! begitu terdengar, dan kemudian berpencar.

gunggungan bukit bukit tinggi yang saling bersaing, tak mau dianggap remeh. beberapa dari mereka ingin menjadi teragung, menyentuh ketinggian gunung, lalu menusuk langit putih semu biru. saling beradu, menuju titik temu.

ada kilauan dalam hamparan hijau, terbentang hingga jauh membelah bingkai pandang mata. tanpa mistar, tanpa hitungan pasti. mereka saling memeluk sampai punuk. dan aku tenggelam dalam dekapan, sentuhan aroma air asin, yang lama lama menjadi bacin.

aku dalam setumpuk kekesalan. oleh ulah yang tak ingin disalahkan. seperti tak mau menjadi kambing hitam. hanya ingin dibenarkan. meski tak selalu benar. hingga aku merasa terdampar. dalam rasa sakit yang sangat menggigit. dalam angan yang sebenarnya hampir tumbang. aku punah dalam sekali sentuhan kata. tenggelam dalam sekali deburan ombak. terhuyung oleh rayuan langit putih semu biru, dan tertimpa oleh runtuhan bukit menggunung itu.

aku dalam ketidakberdayaan. dalam keingintahuan untuk menjadi abadi. aku tersesat oleh rasa keyakinan. aku bukan siapa siapa kini. tak punya apa apa. dan menunggu saat ku harus pergi tanpa membawanya, sentuhan angin aroma air asin yang lama lama menjadi bacin.

Comments