MALAM HAMPA


Kuncup hidung saya sudah mulai membeku, ketika mobil sewaan yang kami tumpangi memasuki sebuah halaman yang dipenuhi tanaman perdu dengan kembang-kembang kecubung aneka warna : kuning, jambon, dan putih. Rumput dengan tinggi rata, yang senantiasa dijaga supaya tetap sama. Ada jungkat jungkit tepat di depan bangunan yang diterangi lampu kuning bening, disana kami akan beristirahat untuk malam ini hingga esok, sepakat terhadap pada hawa dingin lereng gunung merapi. 


Dinginnya semakin menjadi ketika saya keluar mobil, menyempatkan menghirup udara malam di pekarangan villa. Banyak pohon disana-sini. Dan jumper kuning yang saya kenakan tak cukup menghangatkan, saya putuskan untuk memasak air, entah kopi yang mana yang akan diseduh, karena disini tak ada segenggam pun kopi atau teh. 


Saya ambil sebatang rokok yang tadi saya beli di sebuah kantin saat berhenti isi bensin. Sambil berjalan keliling villa, saya jumpai di tengah areal villa-villa ini sebuah rumah joglo, gelap. Saya amati cukup lama, berusaha menangkap adakah sesuatu yang saya temukan disitu, tak ada. Isapan terakhir, dan saya belum bisa menemukan sinyal, hanya SOS yang terlihat dilayar. 

"Jadi, saya akan menghabiskan malam ini tanpa secangkir kopi" batin saya sembari memandangi cangkir kosong dan air panas yang baru saja mendidih.

Comments